Project finance adalah pendanaan (pembiayaan) infrastruktur jangka panjang, proyek industri, dan layanan publik dengan menggunakan struktur keuangan non-recourse atau limited recourse. Sehingga, utang dan ekuitas yang digunakan untuk membiayai proyek dibayar kembali melalui arus kas yang dihasilkan oleh proyek.[1]
Pengertian Project Finance
Secara sederhana project finance merupakan sebuah sistem pendanaan yang diberikan bukan atas dasar kelayakan kredit suatu perusahaan atau jumlah aset yang dimiliki perusahaan. Tetapi skema pembiayaan ini bergantung pada kemampuan proyek itu sendiri.
Stefano Gatti (2013) memberikan definisi bahwa pembiayaan proyek adalah suatu bentuk pembiayaan yang diberikan tidak berdasarkan kelayakan kredit perusahaan sponsor (pemegang saham SPV) dan tidak bergantung pada nilai aset yang dimiliki oleh sponsor.[2]
Justru, penyediaan pembiayaan proyek bergantung pada kemampuan proyek untuk melakukan pembayaran utang yang biasanya terkait dengan bagaimana proyek tersebut menghasilkan arus kas.
Baca juga: Pengertian Akuisisi dan Faktor-Faktor yang Perlu Dipertimbangkan Sebelum Melakukannya
Mengapa Memilih Project Finance Sebagai Bentuk Pendanaan
Dalam mengerjakan sebuah proyek sebenarnya perusahaan akan dihadapkan pada dua pilihan. Pertama apakah perusahaan akan mengerjakan proyek tersebut dengan menggunakan aset perusahaan sendiri sehingga pendanaan proyek tersebut akan tercatat dalam pembukuan perusahaan tersebut (on-balance sheet). Atau membuat perusahaan yang baru dengan tujuan untuk mengerjakan proyek tersebut saja sehingga aset perusahaan yang sudah ada tidak menjadi jaminan atas berhasil atau tidaknya proyek tersebut (off-balance sheet).[1]
Jadi mengapa menggunakan pembiayaan proyek? Berikut beberapa alasannya:
- Penggunaan pembiayaan proyek memungkinkan jumlah keuangan yang lebih besar dan jangka waktu pinjaman yang lebih lama, karena sebagian besar pinjaman diberikan melalui sindikasi.
- Pembiayaan proyek yang diberikan kepada SPV dapat menghindarkan perusahaan (sponsor) untuk meningkatkan gearing ratio (debt to capital ratio). Karena gearing ratio yang tinggi tidak selalu berarti baik bagi lembaga pembiayaan.
- Penggunaan SPV juga dimaksudkan untuk mencegah bank mencapai batas maksimum pinjaman, karena SPV diperlakukan sebagai entitas yang berbeda dari sponsornya.
- Mencegah kontaminasi aset (contamination assets), sehingga jika terjadi kegagalan proyek, hanya aset SPV yang dijamin dan aset sponsor tidak terganggu.
- Sponsor dapat terhindar dari risiko kebangkrutan jika proyek gagal karena bank hanya memiliki perlindungan terhadap SPV, bukan terhadap sponsor.
- Bank juga bisa lebih fokus karena pinjaman ke pemerintah daerah dilakukan hanya untuk satu proyek.[2]
Struktur Dalam Project Finance
Secara umum, pembiayaan proyek adalah model keuangan yang sering digunakan untuk membiayai proyek jangka panjang. Biasanya proyek infrastruktur seperti pembangunan jalan tol, pelabuhan, pembangkit listrik, telekomunikasi, dan tambang. Dimana investor berinvestasi pada proyek tertentu dengan pengembalian oleh arus kas proyek, bukan oleh unit bisnis yang memiliki proyek. Pembiayaan proyek memiliki struktur sebagai berikut:
- Proyek biasanya dibentuk sebagai badan hukum yang terpisah khusus untuk proyek tersebut dan sebagai badan hukum tersebut mereka bertindak sebagai pemilik aset yang terkait dengan proyek tersebut.
- Pembiayaan investor proyek untuk badan hukum dapat didasarkan pada pinjaman atau saham.
- Semua properti yang terkait dengan proyek adalah milik nama badan hukum proyek.
- Mengembalikan dana kepada investor proyek berdasarkan arus kas proyek.[3]
Penutup
Project finance memungkinkan sebuah perusahaan mendapatkan pendanaan tanpa perlu menggunakan aset yang mereka miliki sebagai modal melalui metode off-balance sheet. Anda dapat mengetahui bahwa proyek jangka panjang seperti pembangunan jalan tol, pembangkit listrik, atau proyek pemerintah menggunakan skema project finance.